Sabtu, 04 Agustus 2012

Analisis Karya Sastra Cerpen "Sphinx"


Sphinx bercerita tentang kisah seorang Sutarto yang dianggap seperti Sphinx oleh teman-teman sekelasnya. Teman-teman sekelasnya menyebut Sutarto Sphinx karena mereka menilai wajah Sutarto datar, kosong pandangan matanya, tak berekspresi seperti layaknya Sphinx yang ada di Mesir. Namun pada awal cerpen terdapat kalimat yang janggal, tersebut di dalam cerpen patung Sphinx digambarkan berkepala singa dan berbadan manusia. Jelas adanya kepala patung Sphinx berkepala manusia dan berbadan singa, sehingga Sutarto dijuluki Sphinx karena Sutarto berkepala manusia yang mempunyai wajah datar-datar saja tidak berekspresi.

Sebenarnya Sutarto menjadi sedemikian rupa sehingga menjadi seperti Sphinx disebabkan oleh temen-temannya sendiri yang selalu saja memanggilnya Sphinx, walau sebenarnya Sutarto tidak se-Sphinx itu. Seperti dalam cerita Sutarto yang mendapat peran prajurit yang mati, Sutarto menjalankannya dengan baik, dia dapat berperan sesuai dengan keinginannya. Memang Sutarto tidak banyak basi-basi dan sedikit sekali berbicara, namun bila ditangkap dari cerita Sutarto berperan sebagai prajurit, wajah Sutarto sangat meyakinkan sehingga semua penonton pun bertepuk tangan.

Diawali dengan seting cerita dari pelajara sejarah yang disampaikan oleh guru sejarah yang begitu menarik, teman-teman Sutarto jadi menyama-nyamakan Sutarto dengan patung Sphinx yang terbuat dari batu. Dari situ tergambar sifat teman sekelas Sutarto yang suka membicarakan orang dan berbicara seenaknya tanpa memikirkan perasaan orang yang sedang dibicarakannya. Sutarto pun menjadi semakin “Sphinx” karena ulah teman-teman sekelasnya itu karena pergaulan di sekolah mempengaruhi tabiat Sutarto yang menjadi persona.

Diceritakan nilai Sutarto selalu saja sama yaitu 6, wajar saja bila ekspresi Sutarto datar saja karena nilai 6 bukanlah nilai yang istimewa tetapi juga tidak terlalu buruk. Bila dilihat cerita dari masa yang akan datang bahwa Sutarto menjadi seorang yang sangat sukses, nilai di sekolah bukanlah jaminan sukses seseorang. Kesuksesan seseorang diraih dari usaha-usaha yang dilakukan untuk mencapai tahap yang kita maksud.

Dari cerita masa depan Sutarto, terlihat Sutarto menjadi orang yang to the point, terlihat saat Sutarto menghadapi wartawan-wartawan dengan sinar blitz dari kamera, jawaban-jawaban Sutarto selalu singkat, padat, dan jelas walau sifat “Sphinx” itu masih saja melekat. Dari cerita Sutarto yang diberondong banyak pertanyaan itu, terlihat Sutarto berani mengambil resiko dan dapat membuat keputusan dalam situasi terdesak, namun sifatnya menjadi sombong karena dia menganggap orang lain tidak lebih hebat dari dirinya. Dia hanya bergaul dengan orang yang akan bermanfaat bagi dirinya saja, dalam cerpen diceritakan Sutarto mempunyai janji dengan Dubes Amerika.

Tokoh Umar, teman sekelas Sutarto, terlihat pemikirannya sangat dangkal, suka menggampangkan urusan, banyak omong, iri, dan tentunya penjilat. Tingkat ekonomi Umar pun terlaihat biasa saja, hal itu menyebabkan Umar menjadi silau terhadap Sutarto. Umar mampu berbuat apapun demi mencapai tujuannya, seperti mengandalkan kesuksesan Sutarto.

Istri Umar paham betul bagaimana perilaku suaminya yang salah, tetapi sang istri diam saja dan tidak berusaha untuk mencegah agar suaminya tidak bertindak buruk, seperti menjilat temannya sendiri. Ia membiarkan Umar datang ke kantor Sutaro dengan maksud lain dibalik maksudnya yang ingin bersilaturahmi.

Mengenai akhir cerpen yang mengatakan bahwa Sphinx bunuh diri karena pertanyaannya dapat dijawab oleh Oedipus, Sutartopun demikian, Sutarto terkesan tidak pernah ingkar janji dan selalu tepat dalam bertindak seakan sudah tahu akan kemana niat dan maksud Umar yang tiba-tiba datang ke kantornya dengan maksud yang tersembunyi. Dan pandangan Umar yang tiba-tiba setelah keluar dari kantor Sutarto melihat semua orang menjadi seperti Sphinx semua menggambarkan bahwa betapa Umar itu sangatlah berlebihan, karena melihat orang-orang disekitarnya menjadi “Sphinx” semua adalah hal yang tidak mungkin. Dan disisi lain tersirat bahwa Umar orang yang culas, cek yang ia terima dari Sutarto sebesar lima juta rupiah tidak jelas ingin digunakan untuk apa, karena sebelumnya tidak diceritakan adanya rencana diadakan reuni sekolah mereka, dapat disimpulkan bahwa ini semua rekaan Umar yang menginginkan kemudahan dari Sutarto.

Kesimpulan yang dapat diambil dari cerpen ini adalah kepribadian dapat terbentuk dari lingkungan dan kebiasaan sehari-hari. Bila keseharian seseorang itu baik, maka akan terciptalah sebuah kepribadian yang baik pula. Pegawai negeri, dalam hal ini Umar yang menyebut dirinya Korpri, mempunyai sifat penjilat dan terkesan memanfaatkan orang lain, terlihat jelas saat Umar tiba-tiba melihat Sutarto di televisi dan sudah menjadi orang sukses dan otak culasnya pun muncul seketika. Menurutnya penampilan adalah jaminan seseorang akan dihormati atau tidak, semakin bagus penampilan seseorang maka akan semakin dihormati dan diseganilah orang tersebut.

Cerpen-cerpen karya Umar Kayam adalah cerpen-cerpen yang sederhana namun banyak teka-teki di dalamnya. Karena Umar Kayam sendiri banyak bergerak dibidang budaya, karya-karyanya pun srat akan sindirian dan kritikan sosial budaya. Namun, banyak cerpen di dalam kumpulan cerpen Parta Krama ini terkesan menggantung dan tidak tuntas, mungkin Umar Kayam ingin para pembaca menerka-nerka sendiri bagaimana akhir yang pas untuk cerpen-cerpennya.

Sekarang ini banyak orang yang tidak berpendidikan tinggi, namun kesuksesannya melebihi orang yang pendidikannya tinggi. Semua itu diraih dengan jerih payah dan usaha yang keras, tanpa bantuan orang lain pun kesuksesan akan terasa sangat sulit diraih. Hal ini bertolak belakang dengan cerpen Sphinx, yang menggambarkan Sutarto mampu meraih jabatan tinggi tanpa bantuan orang lain.

Tidak ada komentar: